Kita Itu SATU


Sadar atau tidak kita semua saling terhubung. Bukan saja terhubung saat sedang menelepon, bukan juga terhubung saat saling berkirim pesan lewat email dan pesan singkat.
Seberapa jauh jarak di antara kita tidak menghalangi konektivitas ini. Bahkan tidak kenal pun tetap saling terhubung dan bisa merasakan hal yang sama. Perbedaan lokasi keberadaan kita bukan halangan. Tidak ada yang bisa menghalangi bahwa kita memiliki hubungan yang tidak akan terputus.
Saat berita banjir dan angin badai melanda Jakarta, bukan hanya warga yang kakinya terendam merasakan dinginnya air hujan yang cokelat. Seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia yang menyaksikan situasi ini ikut merasakan bagaimana dinginnya air hujan tersebut.
Konflik di Poso, mengundang orang-orang yang memiliki rasa kemanusiaan untuk datang dan ikut memberikan pendampingan kepada korban. Mereka ikut merasakan ketakutan suasana perang dan perselisihan yang sangat panas, bahkan sebelum mereka sampai ke lokasi tersebut. Pengalaman itupun terasa menjadi seperti dialami juga oleh orang yang hanya menyaksikan dari kejauhan.
Gempa Yogyakarta tahun 2006 dan Meletusnya Gunung Merapi tahun 2010 akhir, menyisakan perasaan yang mencekam di dalam diri setiap orang. Kesedihan dan kesulitan yang dirasakan oleh warga Yogyakarta telah dirasakan oleh orang-orang dari daerah lain. Mereka datang memberikan pertolongan dengan tujuan mengurangi rasa kesulitan dan masalah selama kondisi belum pulih dan menjadi normal kembali.
Kita terhubung satu dengan yang lainnya. Apakah kita menolak hubungan itu dengan menyangkalnya atau kita merasakan hubungan spesial ini dengan memberikan respon positif dengan melakukan pertolongan yang berarti.
Kemarahan, penyesalan, geram adalah bentuk penolakan dari adanya hubungan yang harus segera ditanggapi. Memberi pertolongan, mendampingi juga merupakan reaksi dari konektivitas yang terjalin di antara kita.
Ketika banyak terjadi pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur, semua ibu merasa sedih dan geram dengan perlakuan si pelaku. Dan perasaan sedih serta kecewa bukan hanya perasaan ibu sang anak. Begitu juga dengan banyaknya TKW kita yang diperlakukan kasar di negeri tempat mereka bekerja, seluruh rakyat merasakan pahitnya kehidupan di negeri orang sebagai pembantu rumah tangga.
Kita adalah satu, kita terhubung satu sama lainnya. Jika satu orang berbuat yang tidak menyenangkan, bukan korban saja yang merasakan sakitnya, semua orang yang mengetahui juga akan ikut merasakan sakitnya diperlakukan tidak menyenangkan. Akibatnya kehidupan akan menjadi menyedihkan yang diwarnai oleh sakit hati dan perasaan ingin membalas dendam.
Coba sekarang kita perhatikan seorang yang berbuat baik, pahlawan yang berjuang tanpa memperhitungkan untung rugi. Apa yang telah mereka lakukan tidak hanya menyentuh orang yang dibantu, namun juga bisa membuat orang yang menonton terharu dan langsung meneteskan air mata mereka. Bahwa masih ada orang-orang yang berhati baik di dunia ini. Bayangkan efek yang dirasakan oleh banyak orang yang menyaksikan. Mereka akan tersentuh dan mereka terdorong untuk melakukan hal yang sama, yaitu melakukan perbuatan yang baik bagi orang lain, berguna bagi sesama.
Kita bisa memilih sikap kita, mau menolak atau ingin menyambut hubungan spesial ini. Sambutlah hubungan spesial yang positif dan ikutilah, tolaklah hubungan spesial yang negatif dan beralihlah atau ubahlah kembali menjadi hubungan yang memberikan dampak positif bagi sesama. Satu orang berbuat baik, satu orang merasakan kebaikan, semakin banyak orang yang menyaksikan dan merasakan kebahagiaan yang sama seperti orang yang menerima kebaikan. Lalu melakukan hal yang sama untuk membahagiakan orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan, Adam, Hawa, Ular. Empat Pribadi yang Saling Berhubungan

Tiga Hari di Jatiluhur Bersama Outward Bound Indonesia (1)

Untuk Apa Anda Mengucap Syukur?